Friendship vs Friendshit | 05.54 |
comments (0)
Filed under:
CatatanHati
|
Dear my friends, thank’s for
accompany me J
Kuliah... hummm... apa yah? Waktu masih jaman putih-abuabu yang ada di
benak kuliah itu menyenangkan, kita gak perlu pake seragam, ke kampus bisa pake
baju bebas sesuka hati (tentu sesuai syariat yang termaktub dalam buku
peraturan yang sepaket dengan jas almamater pembagian waktu MABA), banyak waktu
buat maen, kongkow bareng sahabat, terkhusus ajang cuci mata nikmatin
pemandangan cowo-cowo ketje yang berkeliaran di sekeliling. Namanya juga
pendapat ABG labil, ya wajar kan? Ya kan? Kan? *membela diri*
Menginjakkan kaki di dunia
kampus yang memiliki rating cukup tinggi se-Indonesia Timur di fakultas yang
‘katanya’ para penghuninya mayoritas berkasta Brahmana dan para wanitanya
menjadi icon trendsetter masa kini,
lengkap dengan para lelaki modal tampang + modal orang tua yang jadi modal
untuk menggaet para bidadari yang lalu lalang, jurusan yang juga ‘katanya’ mendidik bagaimana
menjadi seorang manajer yang mampu melihat peluang di era labil ekonomi saat
ini. Whateverlah... Setuju tidak setuju, ya iyain aja. Bukan maksud untuk
meng-generalisasi-kan, ini hanya pandangan satu pihak yang ‘katanya’, mungkin
saja itu hanya sebagian kecil tapi tidak menutup kemungkinan bisa jadi sebagian
besar.
Kenyataannya, tiap orang
mempunyai pandangan yang berbeda-beda bergantung dari sudut pandang mereka. Berhubung
ini adalah tulisan saya, maka apa yang saya tulis adalah hasil kerja panca
inderaku, entah itu dari apa yang sy lihat, ataupun apa yang sy dengar.
Masa-masa MABA, OSPEK,
senior ketje, sepertinya sudah terlalu mainstream
untuk sekedar berbagi cerita. Kalopun iya, sepertinya masa-masa awal itu ya
gitu... Beberapa orang bersama dikarenakan ataupun dipaksakan oleh beberapa
hal, mata kuliah yang sama misalnya. Namanya juga semester awal apalagi bagi
pemula, bukan hal mudah untuk mencari kawan sehati dan sejiwa. Dan menyenangkan
bagi mereka yang berasal dari sekolah yang sama, bahkan yang telah berkawan
lama. Cukup berat beban bagi mereka yang
minoritas sebagai pendatang baru, dimana mereka harus mulai menjalin
benang-benang persahabatan baru. Sulit? Mungkin iya, mungkin tidak, bergantung
bagaimana kemampuan kita berbaur. Selesai? Tidak, ini soal penerimaan, respon
atau tanggapan kita terhadap mereka. Penerimaan inilah yang akan membuat
persahabatan itu terjalin. Cobalah untuk tidak memungkiri bahwa beberapa
hanyalah teman untuk berbasa-basi, teman karena satu kepentingan, bahkan bahasa
kasarnya teman karena teman yang tak ada lagi teman yang bisa diajak berteman,
dan tentu juga ‘teman’ dalam artian yang sebenarnya. Cobalah bercermin teman,
bukan tentang termasuk dalam golongan apa kita, tapi tentang sebagai apa kita
dianggap.
Waktu yang dulu terasa
berjalan begitu lambat, kini waktu bagai berlari. Gelar mahasiswa baru, kini naik level expert menjadi mahasiwa
tingkat akhir, yang identik dengan pusakanya ‘skripsi’. Tenang, sy bukannya
akan membahas sistematika penulisan skripsi karena itu tugas dari para
pembimbing yang di-ridhoi oleh dekan dan para civitas akademik. Ibarat seekor
kucing, skripsi ini adalah nyawa ke-9 dan merupakan kunci untuk membuka peti
emas berisikan gelar ‘Sarjana Ekonomi’ yang telah diperjuangkan selama kurang
lebih 1/3 dekade. Ya, sebegitu sakral-nya si skripsi ini sampai sering
terdengar ada kasus mahasiwa tingkat akhir yang bunuh diri karena skripsi yang
tak kunjung kelar. Apa ini salah si skripsi? Salah si pembimbing? Ah, tidak...
mungkin saja ini faktor karena perasaan ter-diskriminasi dan tekanan dari luar,
atau dikarenakan kurangnya support dari
orang-orang terdekat. Percayalah, skripsi itu tidak se-horor itu sampai bisa
bikin orang mati bunuh diri. Bukan berarti juga merupakan hal yang bisa
digampangkan, tapi semuanya akan terasa lebih mudah saat kalian memiliki
orang-orang yang selalu ada memberikan support.
Orang-orang yang saya maksud saya beri nama “teman’. Sesederhana itu? Ya. Mustahil
semuan hal bisa berjalan lancar kayak jalan tol, semulus-mulusnya jalan tol
pasti ada kerikil-nya yang sedikit-banyak menghambat perjalanan. Tapi kita
tetap bisa enjoy dengan kerikil itu, ber-disco ria di atas mobil bersama mereka
yang kita sebut ‘teman’. Bayangkan kalau kita hanya sendiri, kerikil itu pasti
akan sangat terasa.
Friendship dan
friendshit itu beda akhirannya saja,
mau end-nya gimana ya bergantung
‘teman’ macam apa kalian J
-tiara
Langganan:
Postingan (Atom)
© 2008 tetesanmutiara
Design by Templates4all
Converted to Blogger Template by BloggerTricks.com | Distributed by Blogger Blog Templates of the Fractal Blog Network